Senin, 22 Juli 2013

ADIL DALAM KASIH


Adil (qisth) berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi,dan ketidakjujuran.  Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku.
Kasih adalah suatu tindakan aksi yang berbentuk menyayangi tanpa memandang siapa yang menjadi objek dari bentuk rasa sayang yang kita  arahkan, sekalipun kepada mereka yang bertentangan kita atau dengan mereka yang dianggap musuh sekalipun. Lalu berhubungan dengan judul di atas yakni adil dalam kasih, lalu adakah kasih yang tidak adil?. Kalau kita pernah mendengar atau membaca suatu keputusan pengadilan yang berhubungan dengan hukum negara, banyak sekali keputusan yang diputuskan berdasarkan asas hukum yang sudah dianggap benar namun bertentangan dengan asas (rasa) keadilan. Demikian dalam kehidupan kita sebagai orang kristen yang berasaskan kasih Tuhan, ada kalanya sadar atau tidak sadar kita masih menerapkan kasih yang tidak adil. Kita masih membedakankan arahan kasih kepada mereka yang dianggap, seiman, sekeluarga, sekampung atau seetnis dengan kita. Kita merasa bahwa kita sudah menerapkan asas kasih yang benar seperti yang Tuhan ajarkan, namun adakalanya asas keadilan yang juga Tuhan ajarkan tidak terpenuhi. Lalu bagai mana menerapkankan kasih yang berasaskan keadilan? Sudah tentu kita harus belajar dari Allah Bapa kita sebab, Allah adalah Allah yang Mahakasih, dan yang menyatakan kasihNya dalam keadilan. Kehadiran Yesus Kristus untuk menebus dan menyelamatkan manusia berdosa adalah wujud kasih dan keadilanNya. Allah adalah kasih dan adil didalam mengasihi. Allah mengasihi manusia, dan Allah memberikan Kristus untuk semua manusia karena semua manusia telah berbuat dosa.

Menyatakan kasih adalah otoritas/kewenangan Allah, namun dalam menggunakan otoritas itu Allah tetap berpegang pada prinsip keadilan.

Allah berlaku adil dalam menyatakan kasihNya untuk menyelamatkan manusia dalam Yesus Kristus. Hal ini tampak:

Yang pertama, Yesus harus mati, yaitu dalam rangka memenuhi prinsip hukum bahwa upah dosa adalah maut. Untuk itu, untuk menunjukkan keadilanNya dosa manusia itu harus dihukum dan Kristus sudah menanggungnya didalam tubuhNya. Allah tidak membiarkan dosa. Sebagai Allah yang menjalankan prinsip adil, dosa manusia sudah dihukum Allah di atas salib PuteraNya. Jadi, antara kasih dan keadilan Allah bertemu di salib Kristus. Ia yang Mahakasih harus menyelamatkan manusia dari hukuman dosa.

Yang kedua, bahwa Allah tidak pernah memaksa/berlaku sewenang-wenang karena otoritas/kuasaNya. Itulah sebabnya keselamatan melalui Yesus hanya dapat diterima bagi mereka yang percaya. Dalam hal ini Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk menerima atau tidak menerima Yesus.

Dari situlah kita melihat dan belajar dari Allah yang berlaku adil didalam kasih. Marilah kita meneladani apa yang sudah dilakukan oleh Allah, agar kita berlaku adil dalam kasih.(Renungan Minggu 28 Juli 2013. editor; Pnt. Jimmy.M)

Minggu, 07 Juli 2013

FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP


Ada sebuah lagu dari seorang penyanyi kristen internasional yang bernama Amy Grant dengan Judul “Thy Word” dengan  kutipan lirik “Thy word is A lamp unto my feet and a light un to my path” yang artinya ; Firman Mu (Allah) adalah pelita bagi kakiku  dan cahaya (terang) pada jalanKu, yang sebenarnya kata kata tersebut dikutip dari Psalm. 119:105 (Maz. 119:105). Dalam kehidupan ini, hampir semua mahluk  dimuka bumi ini tidak ingin hidup dalam kegelapan terutama manusia. Seperti dikatakan diatas tadi, bahwa firman Tuhan Adalah pelita yang memberi terang, maka sudah seharusnya menjadi kebutuhan mutlak manusia dalam kehidupannya.
1.       ALKITAB ADALAH FIRMAN TUHAN.
Orang Kristen percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang memiliki kewibawaan tertinggi atas kehidupan orang-orang Kristen saat membacanya dan melakukannya.
Secara dogmatis, Alkitab adalah Firman Allah. Orang Kristen percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang memiliki kewibawaan tertinggi atas kehidupan orang-orang Kristen. Roh Kudus bekerja dalam diri warga gereja, sehingga orang kristen membaca dan mendegar isi Alkitab selaku Firman Allah.
 Alkitab selaku Firman Allah ditulis oleh manusia pada jaman dan situasi tertentu beribu tahun yang lalu. Kita membaca Firman Allah yang tertulis dalam Alkitab dengan keaneka ragaman cara penulisan, serta dari penulis-penulis yang berbeda-beda pula (a.l. Musa, Daud, Salomo, Yesaya, Yeremia, Sepanya, Maleakhi, Matius, Markus, Lukas, Yohanes, Paulus, dan lain-lain). Firman Allah yang ditulis pada masa lampau, itulah yang kita baca dan dengar sekarang dan seterusnya. Oleh karena itu untuk dapat mengerti dan memahami Firman Allah yang tertulis dalam Alkitab, kita harus senantiasa menyadari akan adanya perbedaan waktu, situasi, lingkungan dan cara berpikir pada saat Alkitab ditulis dengan jaman kita sekarang.
 Pemahaman dan pemberlakuan Firman Allah dalam kehidupan orang Kristen selalu berkaitan dengan apa arti dan tujuan teks Alkitab (Firman Allah) pada waktu dituliskan, dan apa arti dan tujuannya bagi konteks dan situasi kita sekarang.
                                          

 2. PEMAHAMAN TENTANG FIRMAN ALLAH DALAM ALKITAB

 Berbicara tentang Firman Allah, berarti berbicara tentang Alkitab. Kita dapat mengetahui Firman Allah setelah membaca dan mendengarnya melalui apa yang tertulis di dalam Alkitab.
 Alkitab yang kita miliki sekarang, pada mulanya ditulis dalam dua bahasa asli, yaitu : Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani, dan Perjanjian Baru dalam bahsa Yunani. Bagaimanakah pemahaman / pengertian Firman Allah yang tertulis dalam Alkitab ? untuk ini kita menggumuli dari kata “Firman” yang tertulis dalam Alkitab.

 2.1. Firman Allah dalam Perjanjian Lama
 Kata “Firman” (Allah) yang terdapat dalam kitab Perjanjian Lama’ adalah terjemahan dari kata “dabar” dalam bahasa Ibrani. Akar kata “dabar” dalam bahasa Ibrani berarti “menyatakan hal yang ada dibelakang / dibalik”. Dalam psikologi Ibrani ucapan seseorang dipandang sebagai bagian dari kedirian dan keberadaan yang nyata dari sipembicara sendiri. Jadi “dabar” (Firman), selaku ucapan Allah adalah penyataan diri Allah sendiri. Kata “dabar” dalam PL dipakai 394 kali tentang komunikasi dari Allah kepada manusia.
 Dalam kitab Perjanjian Lama, Firman Allah berarti penyataan dari kedirian dan keberadaan yang nyata dari Allah. Firman Allah mengandung kuasa yang serupa dengan kuasa Allah yang mengucapkanNya. Allah menciptakan langit dan bumi dengan Firman (Kej.1). Dalam kehidupan manusia, Firman Allah harus didengar dan dilaksanakan (Maz.103:20); tidak boleh ditambahi atau dikurangi (Ul. 12:32). Firman Allah tetap untuk selama-lamanya (Yes.40:8), tidak akan kembali sebelum digenapi (Yes.55:11). Firman Allah adalah penyataan Allah yang juga diberikan kepada para nabi.
 2.2. Firman Allah dalam Perjanjian Baru
 Firman (dabar) dalam Perjanjian Lama, diterjemahkan dengan kata “logos” (bah.Yunani) dalam Perjanjian Baru. Kata “logos” juga dipakai dalam pengertian yang lebih luas, yaitu “perkataan/ucapan”.

 Firman (logos) menurut Perjanjian Baru memiliki kesatuan dengan Allah, mengandung kegiatan mencipta, memelihara (alam semesta) dan menyatakan diri kepada manusia. Dalam kata “Firman”, Kristus perlu ditafsirkan secara theologis (Yoh. 1:1, 14 ; 1 Yoh.1:1-2, Wahyu 19:13).

 Dalam surat-surat kiriman, Firman juga disebut sebagai Firman kehidupan (Fil. 2:16) Firman kebenaran (Ef. 1:13) kabar keselamatan (Kis.13:26), berita perdamaian (II Kor.5:19), pemberitaan tentang salib (1 Kor.1:18).

 Kabar, berita, pemberitaan disebut ‘logos’. Firman (logos) adalah amanat dari pihak Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus, yang wajib diberitakan dan ditaati.
 Dalam Perjanjian Baru, bentuk jamak dari “logos” yaitu “logia” menunjuk kepada Firman dalam Perjanjian Lama, misalnya dalam Kis. 7:38 “Firman-firman yang hidup” menunjuk kepada Taurat Musa. Logia adalah pengumuman-pengumuman Allah yang mempunyai kekuasaan dan dihadapanNya manusia berdiri dengan hormat, menyembah dan merendahkan diri.
 3. FIRMAN ALLAH DAN KEHIDUPAN ORANG KRISTEN
 Selaku orang percaya, Firman Allah menjadi “pelita pada kaki” dan terang pada jalan” (Maz. 119:105) kita. Menjadi dasar dan pedoman bagi perbuatan dan kehidupan orang beriman (II Tim.3:16-17). Oleh karena itu orang kristen (secara pribadi, bersama) harus membaca, mendengar dan merenungkannya siang malam (Maz.1). Firman Allah haruslah secara sungguh-sungguh dipahami, dihayati dan dilaksanakan dengan benar dalam iman dan ketaatan kepada Allah dalam Yesus Kristus.

 Firman Allah menjadi standard universal dari iman. Hidup rohani dan etika serta moral Kristen. Dengan membaca dan mendengar Firman Allah orang kristen dapat memahami rencana Allah bagi dunia, dan mengenal dirinya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Firman Allah memberikan bimbingan dan hikmat bagi kita, dan bukan memberi suatu jawaban bagi semua masalah dan pertanyaan kita. Dengan bimbingan Firman Allah orang percaya diberikan kekuatan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab bagi diri sendiri, orang lain dan masyarakat dimana kita ditempatkan/berada. Dengan Firman Allah, kita sanggup memperoleh dan memberikan jawaban atas masalah dan pertanyaan yang kita hadapi.
 Firman Allah menuntun kepada kepastian dan pemastian keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus, memperbaiki karakter yang rusak karena dosa serta meneguhkan kita didalam kebenaran Allah.(Jm)

Sabtu, 01 Juni 2013

KASIH TAK BERBATAS



Mungkin saja kita setuju jaman dengan kemajuan informasi tehnolgy saat ini memberikan kemudahan pada kita untuk sekedar berkomunikasi atau mengirim data, baik itu berupa dokumen tertulis atau data gambar bahkan data video yang baru kita rekam lima menit yang lalu langsung bisa kita kirimkan ke tempat lain walaupun itu beratus atau beribu kilometer jaraknya. Pendek kata dengan tehnolgy informasi saat ini dapat memberikan keleluasaan pada kita untuk mencari, menerima atau mengirim informasi dari dan kemana saja atau dari siapa dan kesiapa saja, seolah-olah dunia ini sudah tidak dibatasi lagi dengan ruang dan waktu, sehingga kita dapat berkomunikasi dengan berbagai suku bangsa baik itu berkulit, hitam, putih, kuning atau merah , ataupun dengan berbagai bahasa dan agama didunia ini. Jadi dengan tehnologi informasi saat komunikasi atau relasi antar sesama manusia sudah tidak berbatas (borderless) apakah itu usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi atau lain lain yang seperti disebut diatas tadi.
Dalam renungan minggu ini semua gereja dilingkungan GKI di berikan suatu tema yang sama yaitu “Kasih tak Berbatas”. Lalu timbul pertanyaan apakah kasih antar sesama manusia saat ini sudah tak berbatas (borderless) satu dengan yang lainya seperti yang di gambarkan dalam kemajuan informasi tehnologi diatas tadi?. Mungkin kita akan kompak menjawab belum. Sebab pada kenyataanya, dalam mengimplementasi kasih yang sudah Tuhan ajarkan pada kita, kita masih membatasi dengan kenalan, satu keluarga, satu suku atau satu bangsa atau satu agama dengan kita. Lalu bagaimana dengan Kasih Allah? Untuk kasih yang satu ini tidak perlu di ragukan  dan tidak ada bandingnya (nothing compare),karena  Allah adalah Kasih, Kasih-Nya tak berbatas, dan  Kasih-Nya dari kekekalan dan sampai kekal, serta Kasih-Nya tidak pernah berubah, tak akan lekang oleh waktu dan tempat. Kasih Tuhan tidak berbatas dan tidak ada bandingnya. Bagaimana perbandingan dengan kemajuan tehnologi saat ini, yang katanya menghilangkan batas antar sesama manusia untuk berkomunikasi? Tetap tidak bisa dibandingkan dengan ruang lingkup dan jangkauan Kasih Tuhan itu. Semaju apapun kemajuan tehnologi itu semua masih tetap tergantung pada alat yang di buat manusia . Sedangkan kasih Allah sudah ada,karena Kasih Tuhan bukan ciptaan siapa-siapa, karena Allah sendiri itulah Kasih. Tehnologi bisa hancur seketika apa bila dunia ini musnah, tapi kasih Allah akan kekal dan tetap ada walaupun seluruh dunia ini musnah. Lalu seberapa besar kasih Allah kan manusia?. Kasih Allah akan dunia sebesar apa yang tertulis dalam Yohaness 3 : 16 ; Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak bisa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.
Kemajuan tehnology informasi memang memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia saat ini, namun bukan mustahil pada suatu saat nanti bisa menghancurkan kehidupan manusia dan dunia ini, Namun kasih Allah akan menyelematkan manusia  dan dunia ini karena kasih Allah adalah tidak berbatas (borderless) dan tidak ada bandingnya (nothing compare) sebab Allah itu adalah kasih.(jm)

Minggu, 28 April 2013

KASIH DAN KETAATAN

( Renungan Minggu 5 mei 2013)
Ada seorang raja memunyai putri yang cantik jelita. Kecantikan dari putri ini tersebar ke segala penjuru kerajaan dan kerajaan lain. Banyak pangeran dan raja yang melamar, tetapi puteri ini tidak mau menerima semua lamaran itu. Dia menginginkan calon suaminya adalah seorang ksatria yang gagah berani.  Putri mengusulkan suatu perlombaan untuk memenuhi keinginannya,  yaitu dengan cara berenang  pada suatu kolam.
Panjangnya kira-kira 100 meter dan lebarnya 50 meter. Pada kolam itu ada sejumlah besar ikan piranha yang sangat buas! Siapa yang berani berenang dan paling cepat, dialah yang akan menjadi suami putri cantik jelita.  Pada hari yang sudah ditentukan raja membuka sayembara. Berbondong-bondong orang, mendaftarkan diri untuk mengikuti  sayembara.
Sebelum perlombaan dimulai , pengawal melemparkan seekor domba ke dalam kolam itu, hanya dalam waktu beberapa menit kolam itu warnanya menjadi merah. Kiranya ikan piranha yang begitu banyak dan buas berpesta pora mengganyang domba itu. Yang muncul bukan domba lagi tapi tinggal kerangka saja! Pengawal kemudian memasukkan seekor gajah, gajah itu meronta-ronta kesakitan dan ikan-ikan piranha yang ganas itu menyerbu dan menggigit seluruh tubuh gajah . . . air menjadi kemerahan, bau amis darah. Dalam beberapa puluh menit gajah itu habis yang tinggal kerangkanya saja. Semua orang yang ada di sana menjerit histeris . . . orang-orang yang sudah mendaftarkan diri mengikuti sayembara itu satu demi satu tanpa “permisi” meninggalkan tempat itu dengan diam-diam.
Tidak ada yang mengambil resiko maut. Di tengah keheningan tiba-tiba byuruiurr …..seorang pemuda terjun ke kolam! Penonton memberi semangat dan tepuk tangan yang meriah, raja dan putri berdiri tertarik melihat keberanian pemuda itu. Pemuda itu berenang dengan sekuat tenaga, ikan-ikan piranha menyerbu  mangsanya. Si pemuda menyelam ke bawah … ke atas .. ke samping .. terus dikejar ikan-ikan buas. Si pemuda baru saja 10 menit  sudah mulai kelihatan kecapaian .. Seluruh anggota badannya mulai keluar darah . . . dengan sekuat tenaga ia berenang ke tepi kolam dan berhasil naik ke darat. Untung masih selamat, walaupun tidak sampai di tujuan.
Meski demikian orang-orang memuji keberanian pemuda ini, mereka mengangkatnya di pundak mereka mengelilingi arena syembara dengan teriakan,”Hidup pahlawan .. Hidup pahlawan pemberani….” Tapi pemuda itu minta diturunkan dari pundak orang-orang itu, sambil berkata dengan nada marah,”Siapa tadi yang mendorong saya hingga saya jatuh ke kolam?”  Ternyata pemuda ini bukan sengaja terjun ke kolam, tetapi didorong oleh orang lain dari belakang sehingga terpaksa terjun ke kolam.
Arti Sebuah Dorongan. Sang pemuda yang terjun ke air dan akhirnya dikagumi banyak orang dan mungkin akhirnya dianggap pantas mempersunting sang putri, ia bisa berhasil oleh karena mendapat dorongan dari belakang oleh seseorang yang tak diketahuinya. Tak mustahil dia bisa menjadi mangsa ikan piranha. Adalah nasib baiknya bahwa dia bisa selamat, meski tak berhasil sepenuhnya sampai seberang.
Sangat berbeda dengan dorongan yang dilakukan oleh Tuhan. Yang pertama kita melihat bagaimana Tuhan melalui Malaikat-Nya mendorong agar Kornelius segera menghubungi untuk menjemput Petrus. Andai  Kornelius mengetahui keberadaan Petrus di Yope, saya kira dia tetap tidak akan pernah seberani  mengundang Petrus, sebab dia merasa rendah diri sebagai bangsa yang non Yahudi. Tetapi Tuhan yang menghargai iman dan kesalehannya, memberikan dorongan yang jelas dan mengesankan melaui seorang malaikat-Nya. Kita melihat di sini kasih Tuhan yang telah melimpah sampai di luar batas umat Yahudi, sebab Tuhan tidak membedakan orang . “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya.” Kisah Para Rasul 10:34,35.
Selain melihat kasih Tuhan, di sini kita juga melihat ketaatan Kornelius. Sedikit pun tidak ada penolakan atau keraguan dari pihak Kornelius  demi mendengar dorongan dari Tuhan. Sebaliknya kita melihat sambutannya yang sangat respontif dan sangat mungkin disertai kesukaan yang besar, ketika ia segera mengutus dua orang hamba dan seorang perajuritnya untuk menemui Petrus.  Sang pemuda tadi didorong orang untuk mencelakainya,  tapi dorongan Tuhan kepada Kornelius adalah untuk menyelamatkan dan meningkatkan kehidupan rohaninya.
Lebih jauh  kita juga melihat betapa Tuhan pun memberikan dorongan-Nya kepada Petrus melalui penglihatan  untuk memakan segala jenis binatang yang dipandangnya haram. Ternyata pencerahan yang diberikan Tuhan itu merupakan persiapan penting bagi Hamba-Nya untuk menyambut Kornelius serta segala bangsa di dunia ini. Hal ini juga menunjukkan kasih Tuhan yang besar kepada Petrus, bahwa Tuhan berkenan memakainya sebagai alat kecil yang hidup di dalam Kerajaan-Nya yang semakin diluaskan itu. Biarlah ketaatan Petrus melaksanakan rencana Tuhan itu kita ikuti, dengan membuka pintu Pemberitaan Injil kepada segala bangsa di dunia.
Apa yang terdapat di balik langkah besar Tuhan itu? Bagi umat Israel tentu merupakan tanda tanya besar , mengapa Tuhan mau menjangkau semua bangsa di dunia? Bukankah itu akan sangat “merepotkan” Tuhan sendiri? Dan itu benar, sebab segala bangsa itu sudah memunyai  kepercayaan serta allahnya sendiri-sendiri? Dan bukankah teramat sulitnya manusia berubah paradigma apalagi keyakinan hidupnya?
Kesulitan akan meningkat ketika umat Tuhan yang terdahulu merasa lebih superior dan merasa menjadi “anak emas” Tuhan. Tapi dalam rangka penerimaan Kornelius kita melihat peristiwa yang menggembirakan, ketika tiba-tiba Roh Kudus menunjukkan keberpihakan-Nya kepada bangsa-bangsa lain itu. “Dan semua orang percaya dari golongan bersunat yang menyertai Petrus, tercengang-cengang, karena melihat , bahwa karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga.” Kisah Para Rasul 10:45.
Bagi Tuhan semakin ada banyak tantangan yang menghadang, semakin banyak kesempatan untuk menunjukkan keseriusan-Nya untuk menyelamatakn umat manusia. Mengenai sikap Tuhan terhadap umat manusia di dunia ini ada satu tulisan menarik sebagai berikut:  Siapakah Yang Dikasihi Olah Allah? Pada waktu berbicara kepada Jemaat di bagian barat Amerika Serikat, seorang pengkhotbah yang berbakat menyampaikan demikian,”Kasih Allah adalah untuk orang-orang tidak menarik. Tapi saya kuatir bahwa orang-orang yang merasa dirinya seperti itu hanya sedikit saja yang hadir di sini. Kasih Allah adalah untuk orang-orang yang tidak layak, yang sama sekali tidak memunyai hak untuk menuntut agar dikasihi oleh Allah. Dan mujizat terbesar ialah bahwa kasih Allah itu untuk orang-orang  yang tidak berminat, dan tidak mau dikasihi.” “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal!”
Berada di dalam rangkulan kasih Kristus, kita akan semakin mengenal Dia.
Bilamana Tuhan menjangkau semua bangsa itu berarti ada dua langkah penting yang dilakukan Tuhan. Langkah pertama adalah “merangkul umat manusia” dengan kasih sayang-Nya yang besar. Semua pengikut Tuhan mendapat tugas-suci untuk menjadi kepanjangan tangan Tuhan yang sangat ingin bisa merangkul mereka itu. Kenyataan menunjukkan bahwa ketertarikan orang kepada Tuhan Yesus lewat para pengikutnya, bukan karena mereka pandai bicara tentang Alkitab atau hal-hal yang lain tapi hanya karena sikap hidup yang diwarnai oleh kasih. Itu berarti perbuatan kita memunyai kekuatan yang berlipat dibandingkan perkataan kita.
Kalau begitu “pemberitaan” Injil ternyata tidak semata secara verbal. Dialog bukan mengutamakan pembicaraan apalagi perdebatan. Sesudah seseorang berada di dalam lingkungan kasih Kristus, tahap berikut adalah menjalani proses pengenalan lebih jauh.  Dalam proses ini tentu saja terjadi terus peningkatan yang menuju kepada kedewasaan iman. Sebanding dengan seberapa besar pengenalan kita, maka Tuhan juga akan memberikan tuntutannya untuk kita lakukan.
Hal itu tidak dirasakan sebagai beban yang menekan tapi justru menggairahkan. Dengan kata lain ada kasih dan ketaatan yang terus berjalan seimbang. Kasih Tuhan adalah kasih yang mengalir turun; seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikian juga Aku telah mengasihi kamu, tinggallah di dalam kasih-Ku itu (Yohanes 15:9). Lalu tuntutan yang sepadan diberikan Tuhan Yesus kepada kita,”Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti  Aku telah mengasihi kamu.” Yohanes 15:12. Mengapa saya katakan “tuntutan yang sepadan”?   Oleh karena kita telah menerima tiga hal yang sangat luar biasa dari Yesus Kristus:  1. Kita dijadikan sahabat-Nya.  2. Dia sudah rela mati bagi kita.  3. Kita beroleh hubungan kerahasiaan dengan Dia, sampai segala sesuatu yang didengar-Nya dari Bapa diberitahukan kepada kita.
Maka dalam I Yohanes 5:3 kembali ditekankan sebagai orang yang dikasihi-Nya kita patut menunjukkan kasih kita kepada Allah dengan cara yang kongkrit, yaitu melakukan perintah-perintah Nya, tentu saja sebagai bentuk ketaatan kita. Bicara mengenai ketaatan ada sebuah anekdot yang menceritakan percakapan dua orang penginjil, dari Indonesia dan China. Penginjil Indonesia bertanya,”Aku sungguh-sungguh melayani Tuhan di tempat ini, tapi hanya sedikit sekali yang bertobat.” “Itu sudah jelas,” jawab penginjil dari China. “Karena setiap orang Indonesia membaca Firman Tuhan dari kiri ke kanan, lalu mulai dari kiri ke kanan lagi, berarti terus geleng-geleng kepala. Sama dengan tidak bersedia menaati Firman Tuhan. Berbeda dengan orang China dari atas ke bawah, mengangguk-angguk terus tanda setuju kepada Firman Tuhan dan bersedia untuk menaatinya.(Oleh Pdt Em. Daud Adiprasetya)

Selasa, 23 April 2013

KEHIDUPAN YANG SALING MENGASIHI




Yohanes 13 : 34 - 35
"Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."

Ada banyak cara bagaimana orang lain dapat mengenal kita sebagai orang Kristen, misalnya melalui perhiasan yang kita pakai, sticker yang tertempel di mobil kita, atau doa makan yang dilakukan dan dapat juga melalui kebiasaan kita untuk pergi ke gereja dan lain sebagainya. Tuhan Yesus mengajarkan di dalam ayat-ayat di atas adalah bahwa orang-orang akan mengenal kita sebagai murid-murid Kristus melalui saling mengasihi di antara kita. Apabila kita membaca di dalam Kisah Para Rasul 2 : 47 "Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.", kita mendapatkan bahwa memang penambahan orang-orang percaya adalah pekerjan Tuhan, tetapi Tuhan juga memakai persekutuan di dalam gereja-Nya yang saling mengasihi. Pengenalan orang kepada kita sebagai murid-murid Tuhan melalui saling mengasihi memiliki suatu kekuatan yang besar baik secara natural maupun secara supranatural (pekerjaan Tuhan) menarik orang lain untuk masuk di dalam persekutuan dan percaya. Acapkali kita menjumpai bahwa argumentasi yang baik bagaimanapun tentang iman seringkali orang lain tetapi tidak percaya, namun saling mengasihi memiliki kekuatan untuk dipercaya oleh orang lain. Dari apa yang kita baca dari Yohanes 13 : 35 itu, seharusnya menyadarkan kita bahwa interaksi kasih di dalam gereja Tuhan memberikan kesaksian yang kuat sekali kepada dunia ini dan saling mengasihi adalah karakteristik daripada murid-murid Kristus.
KEKUATAN SALING MENGASIHI
Pada bagian di atas, kita sudah melihat bagaimana kekuatan saling mengasihi di antara anak-anak Tuhan kepada orang lain. Namun tidak berhenti di sana, saling mengasihi di antara anak-anak Tuhan juga menjadi kekuatan yang besar di dalam anak-anak Tuhan itu sendiri baik secara individu maupun secara kebersamaan. Kasih yang seperti ini adalah kasih yang memberdayakan, yaitu kasih yang bersifat dua arah, di mana dengan berjalan waktu, maka setiap individu di dalamnya semakin dimampukan untuk lebih mengasihi. Berbeda sekali dengan kasih yang bersifat satu arah! Kasih yang satu arah atau senantiasa hendak dikasihi tanpa mau membalas kasih akan mengalami kasih yang memperdayakan, karena kasih yang dialaminya tidak membuat dia mampu mengasihi, melainkan menjadi terlena dan semakin lemah. Gereja yang anggota-anggotanya saling mengasihi memberikan suatu pertumbuhan bagi anggota-anggota secara signifikan, karena setiap anggotanya dapat dengan bebas, tanpa curiga dan ketakutan, mengekspresikan kasihnya. Dan hal ini adalah suatu latihan yang amat bernilai, yaitu latihan bagaimana kita mengasihi orang lain.
MENGATASI KESULITAN SALING MENGASIHI
Kita semua sadar bahwa tidak mudah untuk saling mengasihi di dalam gereja Tuhan. Ada banyak alas an mengapa hal itu menjadi sulit. Kesulitan itu seringkali membuat kita tidak melakukan apa yang Tuhan inginkan. Mengapa terjadi kesulitan itu dan bagaimanakah jalan keluarnya?
  1. Apabila kita mengasihi semata-mata berdasarkan apa yang kita rasakan atau perasaan kita, maka kita sulit sekali untuk bisa terlibat di dalam saling mengasihi di dalam gereja. Karena orang-orang yang ada di dalam gereja tidak semua kita kenal. Kenal merupakan hal yang amat penting di dalam kasih menurut perasaan! Belum lagi ada orang-orang yang kita kenal, tetapi kita kurang dapat menerima orang-orang tersebut dengan pelbagai alasan. Alkitab dengan konsisten menempatkan kasih pada konteks perintah Tuhan, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Hal ini memberikan pengertian kepada kita bahwa kasih adalah sesuatu yang harus ditaati sepenuhnya apapun perasaan dan situasi yang kita alami. Artinya kasih bukan didasarkan kepada perasaan kita, melainkan kepada komitmen kehendak kita untuk mengasihi. Kasih yang seperti ini memungkinkan kita untuk mengasihi musuh kita. Apakah kasih seperti ini adalah kasih yang munafik? Kasih yang munafik bukanlah kasih, karena memiliki bersifat ketidaktulusan. Kasih di dalam konteks perintah Tuhan tidak demikian, melainkan kasih yang dilakukan karena hendak menaati Tuhan dan dengan kesungguhan agar kasih yang dinyatakan sesuai juga dengan apa yang terjadi dalam batin kita.
  2. Apabila kita mengasihi semata-mata hanya melihat siapa yang kita kasihi, maka kita sulit sekali untuk saling mengasihi. Setiap orang pasti adalah kelemahan dan kekurangan, bahkan meskipun orang tersebut tidak berbuat sesuatu yang salah sekalipun, tidak selalu hal itu menjadikan kita dapat akrab dengan orang tersebut. Masalahnya adalah setiap kita memiliki citarasa tersendiri di dalam bergaul. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia memberikan perintah baru! "Baru" karena ada sebuah teladan yang sempurna yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus di atas kayu salib bagi kita, itulah yang disebut dengan "sebagaimana Aku telah mengasihi kamu" Ketika mata kita tertuju kepada apa yang telah Kristus perbuat bagi kita, maka pengalaman dikasihi oleh Tuhan Yesus dan teladan Kristus memberikan suatu dorongan yang amat besar untuk kita mampu saling mengasihi tanpa suatu syarat apapun.
  3. Apabila kita mengasihi berdasarkan kekuatan kita sendiri, maka kita sulit sekali untuk hidup saling mengasihi. Perintah baru Tuhan Yesus didasarkan atas karya Kristus di kayu salib dan melalui karya tersebut setiap orang percaya menerima Roh Kudus. Perintah baru ini bukan berdasarkan kekuatan diri sendiri, melainkan berdasarkan pekerjaan Roh Kudus di dalam diri setiap orang percaya. Ketaatan adalah pintu terbuka bagi keleluasaan Roh Kudus bekerja dan menghasilkan buah Roh Kudus dengan heran.
SALING MENGASIHI: EKSKLUSIF?
Apakah dengan perintah saling mengasihi di antara orang percaya memberikan dorongan bagi orang-orang Kristen untuk hidup secara eksklusif? Tidak demikian! Alkitab mengatakan: "Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita." ( I Yohanes 4 : 12). Kehadiran Allah di tengah-tengah kita yang saling mengasihi mendorong kita untuk juga mengasihi orang lain. Kehadiran Allah di tengah-tengah kita tidak membuat kita menjadi orang-orang Kristen yang nyaman hanya untuk dirinya sendiri, melain menjadikan orang-orang Kristen yang rindu berbagi kasih dengan orang lain juga. Secara psikologis, maka orang-orang yang mengalami suatu kehidupan komunitas yang saling mengasihi menjadi individu-individu yang sehat dan sanggup bahkan mau membagikan kasih juga dengan orang lain. Saling mengasihi yang eksklusif bukan kasih yang sesungguhnya yang Allah kehendaki.(Pdt. Reggy Andreas)  .