Paskah (bahasa Yunani: Πάσχα atau Paskha adalah perayaan terpenting
dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Bagi umat Kristen, Paskah identik
dengan Yesus, yang oleh Paulus disebut sebagai “anak domba Paskah”;
jemaat Kristen hingga saat ini percaya bahwa Yesus disalibkan, mati dan
dikuburkan, dan pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati.
Paskah merayakan hari kebangkitan tersebut dan merupakan perayaan yang
terpenting karena memperingati peristiwa yang paling sakral dalam hidup
Yesus.
Paskah juga merujuk pada masa di dalam kalender gereja yang disebut
masa Paskah, yaitu masa yang dirayakan dulu selama empat puluh hari
sejak Minggu Paskah (puncak dari Pekan Suci) hingga hari Kenaikan Yesus
namun sekarang masa tersebut diperpanjang hingga lima puluh hari, yaitu
sampai dengan hari Pentakosta (yang artinya “hari kelima puluh” – hari
ke-50 setelah Paskah, terjadi peristiwa turunnya Roh Kudus). Minggu
pertama di dalam masa Paskah dinamakan Oktaf Paskah oleh Gereja Katolik
Roma. Hari Paskah juga mengakhiri perayaan Pra-Paskah yang dimulai sejak
empat puluh hari sebelum Kamis Putih, yaitu masa-masa berdoa,
penyesalan, dan persiapan berkabung.
Paskah merupakan salah satu hari raya yang berubah-ubah tanggalnya
(dalam kekristenan disebut dengan perayaan yang berpindah) karena
disesuaikan dengan hari tertentu (dalam hal ini hari Minggu), bukan
tanggal tertentu di dalam kalender sipil. Hari raya-hari raya Kristen
lainnya tanggalnya disesuaikan dengan hari Paskah tersebut dengan
menggunakan sebuah formula kompleks. Paskah biasanya dirayakan antara
akhir bulan Maret hingga akhir bulan April (ritus Barat) atau awal bulan
April hingga awal bulan Mei (ritus Timur) setiap tahunnya, tergantung
kepada siklus bulan. Setelah ratusan tahun gereja-gereja tidak mencapai
suatu kesepakatan, saat ini semua gereja telah menerima perhitungan
Gereja Aleksandria (sekarang disebut Gereja Koptik) yang menentukan
bahwa hari Paskah jatuh pada hari Minggu pertama setelah Bulan Purnama
Paskah, yaitu bulan purnama pertama yang hari keempat belasnya (“bulan
purnama” gerejawi) jatuh pada atau setelah 21 Maret (titik Musim Semi
Matahari/vernal equinox gerejawi)
Minggu Paskah bukan perayaan yang sama (namun masih berhubungan)
dengan Paskah Yahudi (bahasa Ibrani: פסח atau Pesakhdalam hal simbolisme
dan juga penanggalannya. Bahasa Indonesia tidak memiliki istilah yang
berbeda untuk Paskah Pesakh (Yahudi) dan Paskah Paskha (Kristen)
sebagaimana beberapa bahasa Eropa yang mempunyai dua istilah yang
berbeda, oleh sebab itu kata Paskah dapat memiliki dua arti yang berbeda
di dalam bahasa Indonesia.
Banyak elemen budaya, termasuk kelinci Paskah dan telur Paskah, telah
menjadi bagian dari perayaan Paskah modern, dan elemen-elemen tersebut
biasa dirayakan oleh umat Kristen maupun non-Kristen.
Paskah dalam kekristenan
Paskah merupakan perayaan tertua di dalam gereja Kristen, penghubung
antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Paus Leo Agung (440-461)
menekankan pentingnya Paskah dan menyebutnya festum festorum – perayaan
dari semua perayaan, dan berkata bahwa Natal hanya dirayakan untuk
mempersiapkan perayaan Paskah.
Menurut tradisi Sinoptik, Paskah menunjuk pada Perjamuan Kudus, yang
didasari dari Perjamuan Malam, perjamuan perpisahan antara Yesus dan
murid-murid Yesus[5][3]. Pada malam itu sebelum Yesus dihukum mati,
Yesus memberikan makna baru bagi Paskah Yahudi. Roti dilambangkan
sebagai tubuh Yesus dan anggur dilambangkan sebagai darah Yesus, yaitu
perlambangan diri Yesus sebagai korban Paskah. Rasul Yohanes dan
Pauluslah yang mengaitkan kematian Yesus sebagai penggenapan Paskah
Perjanjian Lama (Yesus wafat pada saat domba-domba Paskah Yahudi
dikorbankan di kenisah atau Bait Allah)[7]. Kematian dan kebangkitan
Yesus inilah yang kemudian diasosiasikan dengan istilah Paskah dalam
kekristenan.
Karena Paskah dirayakan oleh gereja-gereja Kristen dengan suatu
sakramen Ekaristi/Perjamuan Kudus, maka sakramen tersebut dapat pula
disebut sebagai Perjamuan Paskah Kristen[1], atau Perjamuan Kudus Jumat
Agung, yang berbeda dari Perjamuan Paskah Yahudi. Banyak gereja Kristen
saat ini merayakan perjamuan tersebut lebih dari setahun sekali agar
jemaat gereja selalu diingatkan akan peristiwa Paskah.
Di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kata Paskah disebutkan
sebanyak 80 kali dalam 72 ayat sementara di dalam terjemahan BIS
disebutkan sebanyak 86 kali dalam 77 ayat.
Paskah pada gereja mula-mula
Gereja mula-mula memperingati peristiwa kebangkitan Yesus dengan
perjamuan sederhana dan berdoa[e]. Kemudian dalam perjalanan misinya,
Paulus terus mengingatkan jemaat gereja mula-mula akan pentingnya
peristiwa kebangkitan Yesus[f] dan perkataan Yesus pada waktu Perjamuan
Malam Terakhir. Sumber yang paling awal yang menulis tentang Paskah
adalah Melito dari Sardis yang menulis homili berjudul Peri Pascha
(Tentang Paskah). Orang-orang Kristen pada zaman tersebut menapak tilas
jalan salib (Via Dolorosa) yang dilalui oleh Tuhan Yesus. Kematiannya
diperingati sebagai korban keselamatan dalam tradisi Yahudi (bahasa
Ibrani: Zerah Syelamin)
Orang Kristen Yahudi terus merayakan Paskah Yahudi, namun mereka
tidak lagi mengorbankan domba Paskah karena Kristus dianggap sebagai
korban Paskah yang sejati. Perayaan ini diawali dengan berpuasa hingga
Jumat jam 3 sore (ada yang melanjutkan hingga pagi Paskah). Perbedaan
timbul di seputar tanggal Paskah. Orang Kristen Yahudi dan jemaat
provinsi Asia merayakannya pada hari yang bersamaan dengan Paskah
Yahudi, yaitu sehari setelah tanggal 14 Nisan (bulan pertama) menurut
kalender mereka – kematian Yesus pada 15 Nisan dan kebangkitan Yesus
pada 17 Nisan – tanpa mempedulikan harinya[14]; namun orang Kristen
non-Yahudi yang tinggal di Kekaisaran Romawi dan juga gereja di Roma dan
Aleksandria merayakannya pada hari pertama, yaitu hari Minggu – hari
kebangkitan Yesus, tanpa mempedulikan tanggalnya. Metode yang kedua
inilah yang akhirnya lebih banyak digunakan di gereja, dan penganut
metode yang pertama perlahan-lahan mulai tergusur. Uskup Viktor dari
Roma pada akhir abad ke-2 menyatakan perayaan menurut tanggal 14 Nisan
adalah bidat dan mengucilkan semua pengikutnya. Beberapa metode
penghitungan yang lain di antaranya oleh beberapa uskup di Galia yang
menghitung Paskah berdasarkan tanggal tertentu sesuai kalender Romawi,
yaitu 25 Maret memperingati kematian Yesus dan 27 Maret memperingati
kematian Yesus karena sejak abad ke-3 tanggal 25 Maret dianggap sebagai
tanggal penyaliban Namun metode yang terakhir ini tidak digunakan lama.
Banyak kalender di Abad Pertengahan yang mencatat tanggal perayaan ini
(25 dan 27 Maret) untuk alasan historis, bukan liturgis. Kaum Montanis
di Asia Minor merayakan Paskah pada hari Minggu pertama setelah 6 April.
Berbagai variasi perhitungan tanggal Paskah tersebut terus berlangsung
hingga abad ke-4.
Perselisihan seputar penghitungan hari Minggu Paskah yang tepat
tersebut akhirnya dibahas secara resmi pada Konsili Nicea I pada tahun
325 yang memutuskan bahwa hari Paskah adalah hari Minggu, namun tidak
mematok hari Minggu tertentu. Kelompok yang merayakan Paskah dengan
perhitungan Yahudi dinamakan “Quartodeciman” (bahasa Latin untuk
(Nisan) dan dikucilkan dari gereja. Uskup Aleksandria kemudian
ditugaskan untuk mencari cara menghitung tanggal Paskah, karena kota itu
dianggap sebagai otoritas tertinggi untuk hal-hal yang berhubungan
dengan astronomi, dan sang uskup diharapkan dapat memutuskan hasilnya
untuk diikuti keuskupan-keuskupan yang lain. Namun hasil yang diperoleh
tidak memuaskan, terutama untuk gereja-gereja Latin. Banyak gereja masih
memakai cara mereka sendiri-sendiri, termasuk gereja di Roma. Akhirnya
baru pada abad ke-7 gereja-gereja berhasil mencapai kesepakatan mengenai
perhitungan tanggal Minggu Paskah.(jm/wp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar