SUATU CATATAN



 PENATUA DAN KEPENATUAAN

 Konon ada seorang peserta katekisasi sedang diuji secara lisan akan pengetahuannya mengenai jabatan penatua dalam gereja, ketika ditanya tentang apa yang menjadi tugas dari Penatua, si katekisan ini menjawab dengan penuh kepolosan: bahwa  “tugas penatua adalah duduk di bangku paling depan dalam setiap kebaktian”. Ada pameo dikalangan jemaat yang mengartikan seorang penatua, adalah orang yang duduk dibangku depan jemaat sampai “penat” dan “tua”.
Cerita diatas hanyalah sebuah kisah karikatural, namun (suka atau tidak) ada juga kebenaran di dalamnya, yaitu kuatnya anggapan yang mengira bahwa fungsi dan tugas Penatua itu cukup hanya sekedar duduk dibangku depan dalam setiap kebaktian. Karena dalam hidup keseharian pandangan (dari kaca mata ) seorang kategisan tadi bahwa, kebanyakan penatua tidak melakukan apa –apa selain hanya duduk dijajaran depan bangku gereja, yang sekali kali ikut mebantu menjalankan liturgi.
Memang sudah menjadi persoalan klasik dalam pelayanan pengembalaan, adalah rumusan tentang fungsi dan tugas penatua yang sudah mengalami pandangan yang beragam.        Untuk saat ini paling tidak ada 3 pandangan ekstrim tentang tugas penatua itu yakni
        1).  Penatua sebagai ruling executive, di mana mereka lebih banyak
              menjalankan tugasnya   seperti seorang eksekutif yang mempunyai jabatan terhormat   
            dalam gereja yang perlu dilayani sehingga tidak lagi memiliki jiwa mau melayani.
                            
 2) Penatua sebagai Building and Property Managers di mana mereka
    hanya  mengurus pembangunan gereja, persoalan administrasi seperti layaknya                                      seorang manager disuatu perusahaan konstruksi dan tidak lebih dari itu.

 3) Penatua sebagai The church Factotums di mana mereka menangani semua jenis pekerjaan dan pelayanan mulai dari pembangunan gereja, administrasi, berkhotbah, pekunjungan(perlawatan) dan masih banyak lagi, layaknya seorang pejabat yang ingin mengejar karir yang lebih baik,sehingga jabatan mereka tidak lagi memiliki keunikan/kekhususan sendiri.
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi saat ini sudah tentu akan mempengaruhi teori ilmu kepemimpinanan tidak terkecuali kepemimpinan dalam gereja itu sendiri, sehinggga banyak teori baru yang merumuskan tugas dan fungsi kepengurusan gereja di tiap jejang organisasi gereja.
Namun demikian coba kita kembali melihat apa yang dikatakan Alkitab menyangkut penatua dengan fungsi dan tugas pelayanannya.

Pengertian Penatua

Dalam Alkitab PL isitilah penatua disebutkan dalam bahasa Ibraninya “Zagen” dapat diterjemahkan “berumur, manusia purba, tua-tua, tertua, orang tua, pria dan wanita, senator’ (Kej 10:21; 25: 23; Ul. 5: 23; I sam 4: 3; I Taw 11: 3). Sehingga dapat diartikan bahwa arti dasar kata penatua dalam konsep PL adalah merujuk kepada orang yang lebih tua atau sudah tua baik pria maupun wanita.  Jadi konsep atau defenisi penatua dalam PL mengarah kepada yang lebih tua tua yang telah memiliki banyak pengalaman baik itu dalam keluarga, politik, dan masyarakat.
Dalam Alkitab PB istilah penatua disebutkan dua kata yaitu “Penatua” dan “penilik”. Kata “penatua” (Yun: Presbuteros/Presbiter; Ing: Elder) yang terdapat dalam I Tim 5: 19; KIs 20: 17; Tit 1:5 diartikan sebagai penatua, orang yang lebih tua atau senior atau Majelis yang beranggotakan orang-orang berumur lanjut. Kata ini muncul 66 kali dalam PB.
Kata penilik jemaat (dalam bahasa Inggris : overseers) berasal dari bahasa Yunani episkopos. Hal ini bisa ditemukan dalam Fil 1:1 : “Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus di Filipi, dengan para penilik jemaat (episkopoi) dan diaken”. Kemudian dalam I Tim 3: 2a : “Karena itu penilik jemaat (episkopos) haruslah seorang tak bercacat” dan dalam Tit 1: 7a: “Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat(episkopos) harus tidak bercacat”.
Kata “penilik” (Yun: Episkopos, bishop. Ing: overseer) yang terdapat dalam I Tim 3:1; Fil 1:1; Tit 1: 7a diartikan sebagai seorang pengawas, pimpinan, pelindung. Dalam bahasa Yunani kata ini adalah hasil gabungan dari dua kata, yaitu: “epi” yang berarti “melebihi”, dan kata “skopos” yang berarti “melihat atau mengamati”, memandang dengan tajam, mengawasi”  Jadi istilah ini erat kaitannya dengan dunia kerja atau pemerintahan pada waktu itu.

Di kalangan para teolog istilah penatua dan penilik menjadi perdebatan tersendiri seperti yang diutarakan oleh David L. Bartlett :
1. Para penilik jemaat dan penatua merupakan orang yang sama. Surat-surat pastoral Paulus barangkali menggunakan pelbagai tradisi yang berbeda, suatu tradisi tentang para penilik jemaat dalam gereja-gereja local dan suatu tradisi tentang para penatua dari mereka yang khususnya mengenakan gaya yang khas dari kewibawaan Paulus.
2. Para penilik jemaat merupakan sebuah subkelompok bagian tertentu dari dewan penatua, terlepas apakah mereka sendiri dipercaya dengan tanggung jawab tertentu atau sebagai anggota ex-officio dari dewan penatua karena kewajiban terpisah mereka sebagai pengawas.
3. Para penilik jemaat berbeda dari para penatua di dalam paguyuban yang dicerminkan di dalam paguyuban yang menjadi tujuan ditulisnya surat Titus.

Oleh sebab apapun yang menjadi hubungan yang pasti antara para penatua dan para penilik jemaat dalam surat penggembalaan Rasul paulus tampaknya tidak memiliki perbedaan karena penilik jemaat dengan para penatua memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dan sama-sama harus memelopori keteladanan hidup yang diberikan kepada jemaat
PEREKRUTAN DAN KUALIFIKASI SEORANG PENATUA
      Pemilihan penatua tidak sama dengan pemilihan anggota DPR/DPRD atau DPD yang bisa dipilih langsung oleh rakyat dan untuk mewakili rakyat yang memilihnya, yang mana dalam berbangsa dan bernegara dikenal dengan sistem “demokrasi”.Sedangkan dalam sistem kegerejaan tidak bisa diterapkan, karena seorang penatua tidak dipilih oleh suara terbanyak dalam jemaat dimana seorang(calon) penatua itu berada. Pemilihan (calon) penatua ditentukan oleh suatu tim panitia yang ditugaskan oleh majelis jemaat untuk meneliti seorang calon yang dianggap sudah mumpuni serta memenuhi syarat untuk diajuhkan sebagai calon penatua. Panitia ini sudah dianggap ikut menjalankan misi Kristus dan sistem dalam pemerintahan  dalam gereja dikenal dengan istilah “Kristokrasi” yaitu pemerintahan dari Kristus dan oleh Kristus. Sehingga seorang penatua dianggap merupakan “pemberian” Kristus bagi gereja dan umat-Nya.(Efesus. 4 : 11).
 Maka tidak mengherankan apabila seorang jemaat ditunjuk dan di usul untuk menjadi (calon) penatua, merasa sangat gembira dan terhormat karena dipercayai memangku “jabatan” penting dalam kegerejaan.
 Para penatua mempunyai hubungan baik dengan “para suci”( 1 Tim.5:17-19 dan
 1Tes 5;12-13) oleh sebab itu ada beberapa hal (anggapan) yang harus diperhatikan/dilakukan jemaat seperti:
1.Jemaat harus menghormati penatua
2.Jemaat harus mendoakan penatua
3. Jemaat harus patuh pada para penatua (Ibrani 13:17)
4. Jemaat harus menurut apa kata penatua
5.Jemaat harus segan terhadap para penatua.

Karena beberapa hal tersebut diatas, jabatan kepenatuaan dalam suatu jemaat dianggap jabatan bergengsi dan terhormat, sehingga ada beberapa individu dalam suatu jemaat setelah diusulkan atau ditunjuk menjadi (calon) penatua merasa sangat senang karena dianggap akan naik derajat dari seorang jemaat biasa dan menjadi seorang penatua yang dihormati, tanpa sebelumnya mengintropeksi diri apakah layak atau memenuhi kualifikasi sebagai penatua yang alkitabia. Sehingga tidak mengherankan ada beberapa individu yang menjadi penatua dalam jemaat hanya menjalankan fungsi jabatannya (officio), dan lupa menjalankan fungsinya sebagai seorang pelayan (servant) dalam jemaat.

Disaat penulis diminta oleh panitia pemilihan penatua dimana penulis menjadi anggota
jemaat agar supaya terlibat dalam dalam tugas pelayanan gereja untuk menjadi  seorang  penatua, sempat terlintas keraguan yang amat sangat,dan sempat bertanya dalam hati, apakah mampu untuk menjalankannya dan apakah masuk kualifikasi untuk itu? Sehingga penulis sempat menolak bukan karena tidak mau bekerja diladangnya Tuhan, tapi karena merasa belum layak atau belum mampu menjadi teladan seperti yang disyaratkan Rasul Paulus untuk menjadi seorang penatua yang alkitabia. Untuk menjadi seorang penatua yang alkitabia, Rasul Paulus memberikan standard yang tinggi dan amat berat.

Rasul Paulus dalam menugaskan Timotius dan Titus untuk menunjuk atau menetapkan para penatua tentunya tidak dengan sembarangan. Paulus tidak mau orang-orang yang duduk di dalam kepenatuaan akan merusak pelayanan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat ketika Paulus memberikan pesan-pesan kepada penatua-penatua yang ada di jemaat Efesus ketika mereka akan berpisah (Kis 20: 17-38). Paulus dengan ketat memberikan beberapa syarat yang harus menjadi perhatian Timotius dan Titus ketika menetapkan para penatua. Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa kualifikasi yang dituliskan oleh Paulus tidak lebih dari kutipan-kutipan yang telah dipakai oleh orang-orang pada zamannya baik itu dalam dunia kerja, bisnis ataupun pemerintahan. Namun apapun yang menjadi alasannya, bahwa Paulus menuliskan itu tentunya dengan pergumulan dan perjuangan serta keteladanan yang diberikan selama dia melayani sebagai seorang Rasul.
.
Tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang Paulus tuliskan menyangkut dengan persyaratan atau kualifikasi seorang penatua tidak terlepas dari keadaan jemaat dan masyarakat pada waktu itu. Mereka diperhadapkan kepada ajaran-ajaran sesat dan kehidupan moral yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu Paulus inginkan supaya mereka memiliki karakter yang benar, sehingga ketika para lawannya menyerang, mereka tidak akan undur karena apa yang mereka katakan sejalan dengan perbuatannya. Berikut Paulus akan memberikan beberapa kualifikasi seorang penatua, yaitu :

1. Above Reproach (I Tim 3: 2; Tit 1:6)
Memiliki integritas dan karakter yang tidak bisa diragukan. Kata “tak bercacat (anepileptos)” digunakan untuk suatu kedudukan yang tidak mungkin dilawan, suatu kehidupan yang tidak mungkin dicela, suatu seni atau teknik yang demikian sempurna sehingga tidak ditemukan suatu kesalahanpun di dalamnya. Jadi Paulus menempatkan ini pada urutan pertama karena menyangkut karakter dan sepertinya menjadi payung dari semua kualifikasi yang disebutkannya. Hal ini sangat peting mengingat para pengajar sesat yang ada pada waktu itu bisa saja menyerang para penatua dari sisi karakter atau moral mereka. Apa yang dikatakan oleh Paulus sesungguhnya ini juga yang telah dilakukannya. Ketika para lawan-lawannya atau jemaat yang meragukan kerasulannya menyerang dia dalam hal karakter, tetapi Paulus bisa mempertahankan dan membuktikan bahwa dia tetap konsisten dengan pengajarannya.
Seorang yang tak bercacat memiliki moral yang baik dan reputasi kerohanian yang baik. Namun perlu digarisbawahi bahwa apa yang dimaksud Paulus bukan berarti para penatua bukanlah orang berdosa, tetapi dalam perjuangan mereka dengan secara serius dan bertanggung jawab di dalam anugerah Tuhan untuk tidak hidup sembarangan, melainkan betul-betul menjaga akan karakter mereka sesuai dengan pengajaran firman Tuhan. Berikut karakter-karakter yang harus dimiliki oleh seorang penatua adalah :

a. Self Controled (Tit 1:8;I Tim 3:2))
Seorang Penatua harus bisa mengontrol dirinya. Hal ini penting menyangkut dengan keteladanan hidup sebagai seorang pemimpin. Penguasaan diri yang dimaksud menyangkut dengan segala aspek hidupnya, baik itu emosi, keinginan-keinginan daging, maupun dalam hal sikapnya kepada orang lain.

b. Hospitable (I Tim 3:2; Tit 1:8)
Dalam hal ini seorang penatua memiliki kemurahan hati untuk memberikan tumpangan kepada orang-orang asing. Dalam beberapa nats dalam Alkitab (Kis 10:6, I Pet 4:9) menunjukkan bahwa kemungkinan besar kadang kala rumah seorang penatua senantiasa kedatangan seorang tamu asing dan Paulus memasukkan syarat ini supaya mereka bisa menunjukkan kasih kepada setiap orang yang dijumpai.

c. Not quarrelsome (tdk suka bertengkar, I Tim 3:3)
Karakter seorang penatua tidak boleh suka bertengkar. Ia bukan penyombong yang suka berkelahi, ia bukanlah jagoan yang angkuh atau cepat membalas dendam.” Jadi seorang penatua harus bisa mengendalikan diri pada saat berkonflik dan senantiasa memiliki hati yang pendamai bukan pemarah.


Mamesahjimmy.wordpress.com
 
 
d. Not a lover of money (I Tim 3:3)
Seorang penatua tidak mengejar uang seperti orang sewaan, pencuri atau perampok (I Tim 5:17), tidak mendapatkan uang melalui cara yang tidak jujur (korupsi), atau mendapatkan uang haram dengan cara apapun.  Jadi seorang penatua tidak boleh menjadi hamba uang karena pelayanan penatua adalah pelayanan pengabdian dan kehambaan

e. Has a good reputation with outsiders/ Respectable (I Tim 3:7)
Seorang penatua harus memiliki kesaksian dan reputasi yang baik sekali di mata mereka yang di luar jemaat. Ini mencakup kawasan bisnis, hubungan masyarakat dan sekuler, dan hukum sipil. Seorang penatua haruslah seorang yang dihormati dalam pekerjaan sekulernya.
Seorang penatua tidak hanya memiliki nama baik di kalangan gereja tetapi juga di kalangan non-Kristen. Hal ini menyangkut dengan kesaksian hidup yang akan disaksikan oleh orang-orang yang belum percaya. Apalagi konteks jemaat pada waktu itu masih sedikit orang yang belum percaya. Mungkin salah satu yang menarik orang datang kepada Kristus ketika para pemimpin gereja khususnya para penatua memiliki reputasi yang baik di kalangan masyarakat.

f. No over bearing (Tit 1:7)
Seorang penatua tidak boleh memiliki hati yang sombong, karena bagaimana mungkin bisa melayani jemaat kalau tidak memiliki kerendahan hati. Seorang penatua yang sombong bisa saja merusak kehidupan jemaat dan bahkan menjadi batu sandungan bagi jemaat. Paulus memasukkan criteria ini supaya mereka bisa menunjukkan kredibilitas mereka dalam hal “hati seorang hamba” yang kadang kala haru menanggalkan harga diri dan status-status sosial.

g. Loves what is good (Tit 1:8)
Seorang penatua harus senantiasa mencintai hal-hal yang baik, baik itu dalam hal berpikir, bertindak, bersikap maupun dalam pengambilan keputusan. Dalam semuanya ini senantiasa mencari jalan terbaik untuk kepentinga jemaat. Mencintai hal-hal yang baik merupakan modal besar bagi seorang penatua dalam menjalankan tugasnya.

h. Upright, holy (Tit 1:8)
Jika seorang penatua tidak adil dan tidak saleh, dia tidak akan dapat melihat setiap persoalan dan masalah yang kritis secara benar. Hal tersebut akan menyebabkan jemaat menjadi bersikap tidak adil dan tidak setia terhadap kebenaran. Kesalehan seorang penatua sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugasnya. Kesalehan mereka akan dibuktikan ketika menghadapi dan melayani jemaat. Kesalehan mereka harus menyangkut dalam segala hal.
i. Not given to drunkenness (I Tim 3:3,8; Tit 1:7)
Alkitab menuntun bahwa seorang penilik jemaat(penatua) tidak boleh minum anggur yang memabokkan, tergoda atau terbujuk olehnya, atau makan minum bersama dengan pemabuk-pemabuk”.

Paulus menekankan pentingnya reputasi penatua di Efesus di hadapan orang-orang dunia. Yang menjadi penekanan Paulus bukan saja agar para penatua itu memiliki nilai-nilai kristiani. Lebih dari itu, ia ingin agar hidup para pemimpin Kristen di Efesus merefleksikan idealisme tertinggi dari moralisme Yunani pada saat itu. Yang Paulus kehendaki adalah agar kesaksian hidup mereka dapat menjadi standar moral dan teladan bagi orang-orang dunia. Oleh sebab itu seorang penatua tidak boleh seorang pemabuk minuman keras.

2. Memiliki kehidupan keluarga yang baik (His own family well, I Tim 3:2; Tit 1:6) Seorang penatua haruslah memiliki kehidupan keluarga yang baik. Apabila dikaitkan dengan keadaan pada zaman Paulus, tantangan kehidupan keluarga yang suci begitu menggema. Di antara mereka mungkin saja ada yang tidak menghormati atau menghargai sebuah pernikahan. Oleh sebab itu Paulus menegaskan bahwa hendaklah setiap penatua hanya memiliki satu isteri. Tetapi bukan berarti bahwa yang menjadi penatua haruslah menikah. Seorang penatua haruslah mempunyai keteladanan dalam memimpin rumah tangga. Dengan kata lain kualifikasi seorang penatua tidak terlepas dari kehidupan pribadi dan keluarganya, baik itu isteri maupun anak-anaknya.
Seorang penatua harus memiliki kesucian kehidupan rumah tangga. Dari kesucian rumah tangganya jemaat dan orang lain akan melihat sehingga mereka dapat mengikuti keteladanannya. Paulus menyatakan secara tidak langsung bahwa kemampuan seseorang untuk memiliki wewenang rohani terhadap orang lain dibuktikan oleh kemampuannya untuk menjalankan disiplin yang bijaksana dan penuh kasih di dalam rumah tangganya.  Bagaimana dengan penatua yang tidak menikah ? Memang Paulus tidak mengatakan secara eksplisit tentang mereka yang tidak menikah apakah bisa jadi penatua. Secara sederhananya dapat disimpulkan bahwa tidak ada dalam tulisan Paulus melarang orang-orang menjadi penatua apabila belum bersuami atau berisiteri. Yang jelas mereka harus memiliki standar kualifikasi seperti yang diungkapkan di atas.

3. Memiliki kualifikasi pelayanan
Untuk kaualifikasi yang satu ini sangat penting karena seorang (calon) penatua disamping mempunyai jiwa kepeminpinan harus juga memilki jiwa mau melayani. Mau membantu ikut memecahkan masalah dalam jemaat, baik secara invidu maupun secara keluarga. Disamping itu seorang (calon) penatua harus mampu melayani secara theologia. Kualifikasi pelayanan yang dimaksud adalah :

 a. Mampu mengajar (I Tim 3: 2)
Kemampuan dalam mengajarkan firman Tuhan merupakan salah satu penekanan Paulus apabila seseorang ingin menjadi penatua.
Konteks pelayanan Paulus pada saat itu sangat dibutuhkan seorang pengajar karena para pemimpin gereja masih kekurangan dalam hal kuantitas. Oleh sebab itu pentingnya seorang penatua mampuh mengajarkan firman Tuhan baik itu kepada orang Kristen maupun yang non-kristen. Walaupun seolah-olah Paulus tidak mengharuskan seseorang bisa mengajar (band I Tim 5: 17), tetapi paling tidak bahwa seorang penatua mampuh mengkomunikasin Injil yang dia dapatkan untuk diteruskan kepada orang lain.
              
b. Berpegang kepada kebenaran (I Tim 3:9; Tit 1:9)
Seorang Penatua haruslah sanggup untuk berdiri dan berpegang kepada kebenaran baik itu dalam hal bersikap maupun berargumentasi dengan jemaat atau para pengajar sesat. Paulus memberikan kualifikasi ini mengingat pada waktu itu begitu banyak pengajaran yang bisa menyesatkan jemaat. Jikalau para penatua tidak memiliki dasar atau teologi yang kokoh, bisa saja jemaat akan kebingungan dan berbalik kepada pemahaman mereka yang dahulu. Seorang penatua harus sanggup berpegang kepada kebenaran, tidak mudah diombang-ambingkan oleh bidat-bidat atau pengajaran yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Paulus dan rasul-rasul yang lain.



c. Sebaiknya bukan petobat baru (I Tim 3:7)
Seorang penatua bukanlah seorang pemula, seorang dalam masa pecobaan, bukan orang baru yang masih muda, atau seseorang yang baru saja memiliki iman. Ia juga bukan baru dalam pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman dan tidak berpengalaman dalam hal firman Tuhan.  Hal ini sangat erat sekali dengan situasi jemaat pada saat itu. Apabila petobat baru yang akan menjadi penatua mungkin saja mereka masih labil dan belum terlau paham dalam hal pengjaran firman. Oleh sebab itu sedapat mungkin mereka yang menjadi penatua bukanlah petobat baru, supaya pelayanan lebih maksimal. Tetapi apabila di zaman sekarang tentunya mengalami dinamika yang mungkin saja kualifikasi ini perlu pengimplementasian yang bijaksana dan bertanggung jawab.



 
TUGAS-TUGAS PENATUA
Kalau ditelusuri sejak dari kitab PL sampai kepada PB, jabatan penatua bukanlah sekedar jabatan belaka. Ketika Paulus menasehati kepada rekan-rekan sepelayanannya khususnya Timotius dan Titus, ia memberikan beberapa petunjuk apa yang menjadi tugas para penatua. Supaya ketika mereka telah ditetapkan harus memahami apa yang menjadi tugas mereka. Oleh sebab itu beberapa tugas para penatua berdasarkan apa yang diarahkan oleh Paulus kepada rekan-rekannya.

1. Memimpin kawanan domba Allah (I Tim 3: 4; I Tim 5:17a, Kis 20:17; I Tes 5: 12)
Para penatua diharapkan dapat memimpin jemaat yang ada pada waktu itu. Walaupun Paulus tidak secara eksplisit mengungkapkan memimpin dalam hal apa saja, tetapi dari setiap ungkapan Paulus dapat dilihat bahwa kepemimpinan yang dimaksud menyangkut kepemimpinan dalam hal organisasi, kerohanian jemaat bahkan keluarga mereka sendiri. Dalam I Tes 5:12 “ …mereka yang memimpin kamu dalam Tuhan…”, Paulus tidak memakai gelar mereka, tetapi kemungkinan besar mereka adalah penatua-penatua (presbuteroi), karena menurut Kisah Para Rasul, Paulus dan rekan-rekan sekerjanya mempunyai kebiasaan untuk mengangkat penatua-penatua dalam setiap jemaat yang mereka dirikan (Kis 14:23). Para penatua diberikan tugas untuk memimpin jemaat kepada kedewasaan, pemahaman akan firman Tuhan, karakter yang serupa dengan Kristus dan kesalehan hidup. Para penatua bertanggung jawab dalam hal ini.
Apabila melihat konteks jemaat pada waktu itu, sistem manajemen mereka tentunya tidak semodern atau profesioanl sekarang, tetapi dapat diyakini bahwa inti dari semua tugas para penatua supaya mereka menjadi pemimpin di kalangan jemaat. Hal ini sangat perlu ditegaskan oleh Paulus mengingat bahwa berbicara tentang gereja menyangkut dengan orang banyak yang perlu dikelola. Walaupun secara organisasi bahwa yang sudah ada yang menjadi pemimpin mereka yaitu Timotius atau Titus atau rekan Paulus yan lain, mereka masih membutuhkan para penatua untuk menjadi pemimpin dalam jemaat-jemaat. Mungkin saja di beberapa wilayah atau kelomok-kelompok tertentu mereka membutuhkan seorang pemimpin yang tidak akan mungkin dijangkau oleh Titus atau Timotius.

2. Berkhotbah atau Mengajar (I Tim 5:17,18; Tit 1: 5,9; I Tim3:2)
Perhatian utama dari Paulus ialah orang-orang yang memegang jabatan harus menunjukkan teladan yang baik bagi orang-orang lain. Mereka harus pandai mengajar, karena peranan mereka adalah untuk meneruskan apa yang telah diajarkan kepada mereka sendiri (band. II Tim 2:2)
Memang dalam beberapa surat-surat Rasul Paulus sepertinya pekerjaan para rasul adalah mengajar dan berkhotbah seperti yang terjadi di dalam Gereja mula-mula, tetapi apabila lebih dipertajam lagi untuk melihat surat-surat penggembalaan Paulus bahwa tugas seorang penatua dan diaken tidak hanya bersifat organisatoris dan pelayanan praktis, tetapi mereka juga punya tanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan iman mereka di hadapan jemaat atau orang-orang yang dilayanai. Soal pengajajaran itu tidak terlepas pada khotbah-khotbah di depan umum, tetapi meliputi juga peneguran secara pribadi. Para penatua diharapkan sanggup mempertanggung jawabkan imannya kepada setiap orang yang dijumpai. Mereka harus sungguh-sungguh berpegang pada kebenaran firman Allah, mampu dan siap mengajarkan kebenarannya kepada orang lain, dan dapat menghentikan ajaran-ajaran yang mematikan dari guru-guru palsu.

3. Menjaga, menggembalakan kawanan domba Allah
Paulus mengharapkan bahwa para penatua akan maksimal dalam menggembalakan jemaat, karena hal ini merupakan salah satu tugas dari mereka. Menggembalakan dalam artian senantiasa memberikan perhatian, kepedulian dan kasih kepada jemaat yang digembalakan. Mereka harus memagari mereka dengan pengajaran-pengajaran yang alkitabiah sehingga apabila ada pengajar sesat, jemaat tetap kokoh dalam menghadapi pengajar sesat.
Kepenatuaan yang alkitabiah adalah badan pastoral yang berkualitas dan berfungsi, yang akan secara aktif menggembalakan jemaat Allah. Sebagian dari penatua ini ada yang swadaya, ada pula yang didukung gereja,terutama mereka yang mengajar dan mengkhotbahkan firman Allah. (I Tim 5:17,18)  Rupanya di antara para penatua pada waktu itu memiliki keragaman, karena tidak semua di antara mereka yang mendapatkan dukungan full dari jemaat. Kemungkinan ada yang menjadi penatua tetapi masih memiliki kegiatan-kegiatan keseharian yang lain. Mungkin ada juga yang full time melayani tanpa pekerjaan sampingan. Tetapi dapat dipastikan bahwa tugas para penatua tidak boleh diabaikan yaitu menjaga dan menggembalakan jemaat.


PENUTUP                              
Demikian sekilas ulasan tentang apa dan siapa serta tugas dan fungsi seorang penatua , serta bagaimana selayaknya seorang penatua bersikap dan bertindak menurut tinjauan secara alkitabia. Penulis menyakini ulasan tulisan ini bisa bermanfaat untuk menjadi cerminan atau  sebagai tolok ukur bagi kita yang akan atau sudah dicalonkan bahkan sudah dianggkat menjadi seorang penatua. Walau pun tulisan ini sudah disusun berdasarkan tinjauan pustaka kristen yang bisa dipertanggung-jawabkan, namun pasti masih ada bahkan mungkin masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis terbuka atas kritik dan saran yang tentunya konstruktik demi tercapainya suatu jemaat atau anggota gereja yang mempunyai wawasan yang luas dalam struktur kepemimpinan dalam gereja. Tuhan memberkati kita semuanya. Syalom. (jm/bdg).                        .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar